🌀 Harga Solar Dryer Dome

Setelah menggunakan solar dryer dome pengeringan hanya butuh waktu kurang dari 5 hari dan dengan tingkat kekeringan 90-100%. Hasilnya bisa dimanfaatkan karena semua tidak ada yang busuk maupun Plastikini sangat cocok untuk atap solar dryer ataupun grenhouse. Jika anda membutuhkan plastik UV silahkan hub : 085233925564 / 081232584950 / 087702821277. Klik DISINI untuk info harga plastik UV terupdate. Sistempengering menggunakan energi terbaharukan. dibuat dari produk anak bangsa PT Impack Pratama Industri Tbk, yang bekerja sama dengan Covestro dalam IB HargaSolar Dryer Dome, Inovasi untuk Pengering Hasil Tani 2022 Solar Dryer Dome adalah inovasi pengeringan hasil pertanian yang digunakan beberapa produk hortikultura. seperti cabai,.. Post Terkini Tercatatsejak 2019, Kementan memfasilitasi bangunan pengering solar dryer dome kepada pelaku usaha pengolahan yang selama ini masih menggunakan metode pengeringan tradisional, seperti pengeringan di lahan kosong, maupun di pinggir jalan dekat hunian petani. Tujuan pemberian bantuan ini supaya pelaku olahan hortikultura tidak lagi menghadapi tantangan kontaminasi dari debu, air hujan dan cahaya ultraviolet pada hasil olahannya. Penggunaanteknologi Solar Dryer Dome dianggap solusi masalah pengeringan. Penggunaan teknologi Solar Dryer Dome dianggap solusi masalah pengeringan. REPUBLIKA.ID; REPUBLIKA TV; GERAI; IHRAM; Friday, 18 Zulqaidah 1443 / 17 June 2022. Menu. HOME; IQRA Kajian Alquran; Doa; Hadist; Khutbah Jumat SolarDryer Done - Improve your productivity and turnover with solar dryer solution. Benefits for commodity grower: lessen drying time - time saving, reduce losses caused by the spoilage / wastage up to 50% PembangunanSolar Dryer Dome Tender Ulang Nama Paket: Pembangunan Solar Dryer Dome Tender Ulang: Unit: LPSE Provinsi Jawa Barat Tanggal: 05-Juli-2022 s/d 14-Juli-2022: Metode: Tender - Pascakualifikasi Satu File - Harga Terendah Sistem Gugur: Lokasi Pekerjaan: Desa Panyindangan Kec. Cisompet, Desa Mekarmukti Kec. Cibalong, Desa Cirapuhan HargaSolar Dryer Dome, Inovasi untuk Pengering Hasil Tani 2022. Harga Solar Dryer Dome merupakan inovasi pengeringan hasil pertanian yang digunakan beberapa produk hortikultura seperti cabai, jahe, rumput laut, pisang, atau tomat. Solar dryer adalah alat alternatif metode hasil produksi pertanian lebih hemat energi. RKqcR. HomePertukanganTenaga SuryaSolar CablesAtur jumlah dan catatanSolar Dome Pengering Makanan Solar Dryer DomeKondisi BaruWaktu Preorder 30 HariMin. Pemesanan 1 BuahEtalase MesinSolar Dryer Domepengeringan tanpa mesin, tidak boros listrikSuhu sangat panas cocok untuk mempercepat Polycarbonatekonsultasi bisa chatterimakasihAda masalah dengan produk ini?ULASAN PEMBELI Solar dryer dome. Sumber FotoHumas Ditjen Hortikultura AGRONET - Pengeringan banyak dilakukan pada olahan pertanian semisal produk hortikultura dengan cara mengurangi kandungan air. Tujuannya agar daya tahan produk hortikultura dapat terjaga lebih lama dengan kualitas yang umumnya petani maupun pelaku usaha pengolahan hasil hortikultura di Indonesia melakukan pengeringan mengandalkan sinar matahari. Meskipun metode ini murah namun produk yang dikeringkan seringkali mengalami kerusakan besar yang disebabkan oleh hujan, serangga, burung, dan terletak di garis khatulistiwa dengan radiasi matahari yang berlimpah sepanjang tahun. Penggunaan teknologi pengeringan matahari solar dryer dome dianggap sebagai solusi yang menjanjikan untuk masalah pengeringan. Di bawah Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo SYL, Kementerian Pertanian Kementan selalu berusaha merancang program yang berpihak kepada petani. Di mulai dari sisi hulu, pendampingan budidaya, hingga pascapanen. BERITA TERKAIT Tercatat sejak 2019, Kementan memfasilitasi bangunan pengering solar dryer dome kepada pelaku usaha pengolahan yang selama ini masih menggunakan metode pengeringan tradisional, seperti pengeringan di lahan kosong, maupun di pinggir jalan dekat hunian petani. Tujuan pemberian bantuan ini supaya pelaku olahan hortikultura tidak lagi menghadapi tantangan kontaminasi dari debu, air hujan dan cahaya ultraviolet pada hasil olahannya. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Bambang Sugiharto mengingatkan petani dalam menghasilkan produk yang kering perlu menjaga kualitas dan higienitas produk.“Bantuan bangunan pengering tenaga matahari ini akan terus digenjot agar para petani/pelaku usaha hortikultura dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan dapat dijual sampai ke luar negeri,” ujar Bambang. Dalam webinar Teknologi Pengolahan Hasil Hortikultura Sistem Pengeringan Dengan Tenaga Matahari Solar Dryer Dome yang dilaksanakan beberapa waktu lalu, Ditjen Hortikultura mengenalkan solar dryer dome berikut pemanfaatannya kepada para petani maupun pelaku usaha hortikultura. “Solar dryer dome merupakan pengeringan menggunakan tenaga matahari, bukan dengan tenaga listrik. Sistem pengeringannya menggunakan bahan polycarbonate yang mampu bertahan 10 hingga 30 tahun. Solar dryer dome ini sangat membantu petani / pelaku usaha karena proses pengeringannya lebih mudah,” ujar salah satu narasumber, Mentari kata Mentari, disarankan untuk memasukkan produk ke dalam dome di pagi hari kemudian sinar matahari akan masuk dan terserap panasnya ke dalam dome. Lantai dome terbuat dari beton/semen sehingga suhu panasnya merata dan tidak bocor. “Keuntungan menggunakan dome dibanding pengeringan tradisional adalah pengeringan menjadi dua kali lebih cepat. Selain itu pada saat malam hari petani tidak perlu mengeluarkan produknya dari dome, produk menjadi lebih hygiene dan terhindar dari serangga,” lanjutnya. Petani hortikultura asal Karangasem Bali, Mandi, menceritakan pengalamannya melakukan pengeringan menggunakan solar dryer dome. “Pengeringan dengan solar dryer dome sangat membantu sekali dalam mengeringkan cabai Bali. Saya panen waktu mendung dan langsung dimasukkan ke dalam solar dryer dome, hasilnya cabai kering sampai bagian dalam, cabai tidak berjamur dan warna masih merah,” ujar Pak Mandi. Narasumber lain, Lisda S Damanik, menuturkan petani Bali, Mandi, sangat senang terbantu dengan prasarana ini. “Dulunya beliau membutuhkan waktu 7-10 hari untuk mengeringkan cabai, itu pun ada yang busuk dan terbuang. Setelah menggunakan solar dryer dome pengeringan hanya butuh waktu kurang dari 5 hari dan dengan tingkat kekeringan 90-100%. Hasilnya bisa dimanfaatkan karena semua tidak ada yang busuk maupun terbuang," juga menekankan bahwa polycarbonate ada solar dryer dome ini sangat berperan penting untuk menjaga mutu hasil hortikultura yang dikeringkan. Keunggulan solar dryer home ini umur produk lebih lama, aroma produk tetap kuat, rasa produk tidak hilang dan yang paling penting mutu webinar ini memberikan banyak apresiasi kepada panitia penyelenggara, mulai dari petani, pelaku usaha hingga pakar akademisi. “Sebagai pelaku dan sedang merintis usaha pengolahan hortikultura, kegiatan ini sangat bermanfaat agar kita sebagai pelaku UMKM dalam mengeringkan hasil hortikultura tidak bergantung pada energi listrik. Kegiatan ini sangat menunjang aktivitas kami, semoga nanti ada kegiatan-kegiatan seperti ini berikutnya dan saya bisa bergantung,” ujar Dosen STIP-YAPI Bone, Andi. Sebagai penutup acara, Koordinator Pengolahan Hasil Hortikultura, Diah Ismayaningrum, menekankan kepada para peserta webinar untuk selalu mengupayakan produk yang dihasilkan dalam keadaaan hygiene sewaktu melakukan pengeringan produk. “Sangat dianjurkan sekali agar mengeringkan dengan menggunakan solar dryer dome supaya bapak/ibu tidak perlu lagi menjemur hasil olahannya di lantai. Sesuai dengan kaidah Good Manufacturing Practices GMP bahwa dalam pengolahan produk hasil hortikultura harus food grade dan aman dikonsumsi sehingga ketika hasil panen tersebut diolah rasanya tidak banyak berubah dan warna tetap terlihat bagus,” ujar Diah. 139 Petani kopi di Dusun Ngarip Induk, Pekon Ngarip, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus, Lampung, kini memiliki alat pengering kopi bersumber tenaga matahari. Alat bernama solar dryer dome coffee ini berbentuk seperti kubah yang 100 persen energinya bersumber dari matahari. Dengan alat ini, kopi dapat kering dalam waktu 10 hari. Sebelumnya, masyarakat mengandalkan sinar matahari saja sehinga pengeringan kopi berlangsung hingga satu bulan. Kopi yang dijemur biasanya dijual petani Ulu Belu dengan harga antara – per kilogram. Sementara, dengan solar dryer dome harga jualnya meningkat hingga – per kilogram. Jam menunjukkan pukul empat sore WIB. Kabut disertai rintik hujan kecil mulai menyelimuti rumah Sugeng Widodo [44] di Dusun Ngarip Induk, Pekon Ngarip, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus, Lampung, akhir Desember 2020 lalu. Jalan terjal, terdiri tanah dan batu dengan kemiringan sekitar 45 derajat, harus dilewati untuk sampai ke rumah Sugeng. Terkadang, hanya sepeda motor yang sudah dimodifikasi yang mampu mencapai kediamannya. Sugeng adalah petani kopi, namun ia menanam juga cabai, pisang, vanila, cengkih, dan durian. Dari hasil itu semua, lelaki ini mampu mencukupi kebutuhan keluarganya. Sore itu, Sugeng menyuguhkan kopi robusta hasil produksinya sendiri. Tercium aroma khasnya, nuansa gula aren. “Mau pakai gula atau tidak?,” tanya pria yang dipercaya menjadi Ketua Kelompok Tani Hutan [KTH] Margo Rukun, kepada saya. Sejak 2013, Sugeng mulai bertani kopi dengan teknik agroforestri di areal hutan kemasyarakatan [HKm]. Tergabung dalam KTH Margo Rukun, dia bersama petani kopi lainnya menggarap lahan seluas hektar. Kopi memang menjadi mata pencaharian utama bagi sebagian masyarakat di sini. Produksi rata-rata mencapai 800 kilogram hingga 1,2 ton per hektar. Kampung Sugeng, berada di ketinggian meter di atas permukaan laut [mdpl]. Curah hujan cukup tinggi. Hal itu sekaligus menjadi kendala petani untuk mengeringkan kopinya. Setiap kali panen, mayoritas petani menjemur di halaman rumah. Ada yang memakai terpal sebagai alas. Ada juga yang menggunakan para-para [rak penjemuran terbuat dari kayu atau bambu]. Menurut Sugeng, petani kopi di KTH Margo Rukun kerap kesulitan untuk mengeringkan kopi hasil panen. Energi panas yang bersumber dari matahari, masih menjadi tumpuan utama, namun, kopi lama kering karena sering hujan. “Biasanya bisa memakan waktu 25 – 30 hari,” katanya. Kondisi ini bisa berdampak pada menurunnya kualitas. “Kopi bisa rusak bila terlalu lama dijemur, apalagi terkena air hujan terus-menerus,” ujar Sugeng Baca Penjaga Bumi dari Lampung Barat Perhutanan sosial melalui skema hutan kemasyarakatan juga memberi dampak positif bagi kehidupan masyarakat di Register 45B, Pekon Tugusari, Kecamatan Sumber Jaya, Lampung Barat, Lampung. Foto Lutfi Yulisa Manfaatkan energi surya Marfuah [33], petani kopi anggota KTH Margo Rukun, juga mengaku kesulitan mengeringkan kopi hasil panennya. “Telat diangkat, kopi basah karena kehujanan,” katanya. Bahkan, kopi yang di jemur di atas tanah bisa berjamur. Beruntung bagi Marfuah dan kelompok tani hutan di desanya. Awal 2020, khusus KTH Margo Rukun dan Kelompok Simpan Usaha [KSU] Srikandi, mereka mendapat bantuan dua unit solar dryer dome coffee. Alat ini merupakan pengering kopi berbentuk seperti kubah yang 100 persen energinya bersumber dari matahari. Bantuan tersebut disalurkan oleh Ruko Kolaborasi [RuKo] -konsorsium pemberdayaan masyarakat dan lingkungan di Lampung- bekerja sama dengan WWF Indonesia melalui program Sustainable Renewable Energy [SRE]. “Dengan alat tersebut, kopi kering dalam waktu sepuluh hari,” ujar Marfuah. Baca Kopi Agroforestri, Cara Merawat Hutan Lampung Barat Inilah bentuk solar dryer dome coffee, tempat pengeringan biji kopi. Foto Derri Nugraha Alat ini menggunakan bahan polikarbonat sebagai dinding kubah. Bahan yang dapat menyerap panas matahari cukup baik. Sehingga, kopi cepat kering. Alat ini tentunya memanfaatkan panel surya untuk menyimpan energi matahari. Energi yang tersimpan digunakan untuk proses pengeringan pada malam hari, menggunakan panas dari cahaya lampu. Sehingga, pengeringan langsung 24 jam. Menurut pegiat RuKo, Zulfaldi, alat pengering kopi tenaga surya itu merupakan implementasi dari energi baru terbarukan. “Pada Januari 2020, ada pertemuan berbagai elemen yang bergerak di bidang energi terbarukan di Indonesia, berlangsung di Bogor. Hasil pertemuan itu muncul ide implementasi energi terbarukan dan RuKo memilih solar dryer dome coffee,” katanya. Selain itu, dome dinilai mampu meningkatkan kualitas kopi karena mempersingkat proses pengeringan. Zulfaldi berharap, kubah pengering kopi dapat menjadi model pengembangan produksi kopi di Lampung. “Semoga alat ini mendapat dukungan berbagai pihak,” ujarnya. Pengeringan biji kopi di dalam dome saat malam hari. Foto Dok. Sugeng Tingkatkan kualitas Penyerapan panas yang maksimal melalui alat tersebut, membuat kopi yang dijemur kering merata. Dome juga memiliki sensor suhu dan blower angin. Saat suhu melebihi batas pengeringan, antara 45 sampai 50 derajat Celcius, blower otomatis hidup untuk mengurangi intensitas panas. Menurut Tugino [54], kopi yang dijemur dengan dome memiliki aroma dan warna berbeda dibandingkan bila dijemur di atas tanah. “Kalau dijemur biasa warnanya kepucatan, serta menyengat bau tanah. Menggunakan dome, warnanya kuning mengkilat, muncul aroma khas kopi Ulu Belu, seperti bau gula aren,” terangnya. Seiring meningkatnya kualitas, harga jual kopi pun naik. Tugino mengatakan, kopi yang dijemur biasa harganya antara – per kilogram. Sementara dengan dome harganya mencapai – per kilogram. “Petani mulai pintar, mengaplikasikan kopi petik merah untuk dijemur di dome,” katanya. Tugino berharap, alat ini dapat dikembangkan di Lampung. “Kami sangat terbantu, terlebih menggunakan energi matahari yang ramah lingkungan,” paparnya. Biji kopi yang dikeringkan dalam dome, terlihat cerah. Foto Derri Nugraha Produksi Sugeng bersama anggota KTH Margo Rukun, melalui Kelompok Usaha Perhutanan Sosial [KUPS] pun telah memproduksi bubuk kopi dengan merek dagang “Kopi Hutan Lampung”. Tetu saja, teknik panen yang digunakan adalah petik merah yang lalu dikeringkan dalam dome. “Bahan bakunya selain punya sendiri, juga dari anggota.” Produk ini dipasarkan tidak hanya di Lampung tapi juga ke Jakarta, Tanggerang, Semarang, Bali, juga Medan. Harga jualnya per kemasan 200 gram. Untuk saat ini, produksi bubuk kopi baru sekitar 40-60 kilogram per bulan. “Kalau peningkatan produksi itu bisa. Namun, saat ini memperluas jaringan pemasaran dengan tetap mempertahankan kualitas produk, jauh lebih penting,” terang Sugeng. Produk bubuk kopi robusta hasil produksi Sugeng dan anggota KUPS [Kelompok Usaha Perhutanan Sosial]. Foto Derri Nugraha Dorong teknik agroforestri Ulu Belu dan sekitar, merupakan daerah hutan lindung yang lokasinya di wilayah hulu, sehingga kondisinya akan berpengaruh terhadap daerah hilir. Oleh sebab itu, agar kondisi hutan tetap terjaga, Dinas Kehutanan [Dishut] Provinsi Lampung mendorong petani setempat agar menerapkan budidaya kopi dengan teknik agroforestri. Teknik ini menggabungkan kopi dengan tanaman lain sebagai naungan, untuk menjaga fungsi hutan. Biasanya, menerapkan penanaman pohon dengan strata tajuk, mulai dari tajuk tinggi, sedang, dan rendah. “ Memang menjadi tantangan tersendiri bagi kami untuk mendorong petani menerapkan cara ini,” ujar Kepala Dinas Kehutanan, Yanyan Ruchyansyah. Menurut mantan kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan [KPH] Batutegi itu, pihaknya mendorong petani di Ulu Belu untuk meningkatkan kualitas kopi. “ Jadi, fokus utama kami adalah peningkatan kualitas. Berapapun jumlah produksinya yang penting nilainya tinggi,” katanya. Selain menjaga fungsi hutan, penerapan agroforestri juga dapat menambah penghasilan bagi petani kopi. “Dengan teknik ini, harapannya petani bisa mendapat penghasilan tambahan dari tanaman lain. Sehingga, tidak ada lagi masa paceklik,” ujar Yanyan. * Derri Nugraha, jurnalis lepas yang minat pada persoalan lingkungan di Lampung. Aktif di AJI Bandar Lampung Artikel yang diterbitkan oleh

harga solar dryer dome